Home » » BANJIR BANDANG, PDAM DAN KEKERINGAN

BANJIR BANDANG, PDAM DAN KEKERINGAN

Written By Unknown on Rabu, 03 Oktober 2012 | 22.32

Berita padek hari ini tentang imbas banjir bandang, yang mengakibatkan PDAM mengalami beberapa permasalahan. masalah apa saja yang ditimbulkan...???
Yukss baca beritanya.
Dua kali bencana banjir bandang yang melanda Kota Padang dalam dua bulan terakhir makin memperlihatkan ancaman krisis air bersih di Kota Padang. Meluapnya sungai-sungai besar di Kota Padang, seperti Batang Kuranji, Batang Harau, maupun Ba­tang Lubuk Minturun, mem­per­li­hat­kan filosofi air, ketika kecil menjadi te­man, namun ketika besar justru men­da­tangkan bencana. Banjir bandang yang melanda Kota Padang, adalah bukti bahwa air juga sumber bencana.

Akibat banjir bandang 27 Juli dan 12 September 2012 lalu, sejumlah infrastruktur intake PDAM rusak, masyarakat di hulu sungai Batang Kuranji, Batang Harau, kehilangan rumah, bahkan ada tewas tertimbun longsor. Ribuan masyarakat di Kuranji, Koronggadang, dan sekitarnya kesu­li­tan air bersih, akibat kekeringan pasca jebolnya saluran irigasi Gunung Nago. Ini yang menjadi tantangan bagi PDAM selaku operator pelayan air bersih.

Ada pernyataan menggelitik dari masyarakat sekaligus tantangan buat Kami jajaran “tukang ledeng” yakni  saat hujan lebat, air PDAM mati, seharusnya PDAM bersyukur kele­bihan air baku. Ketika hujan saat mu­sim kemarau pun air PDAM mengecil, karena memang debit air baku ber­ku­rang.” Pernyataannya simple, tapi butuh analisa dan uraian yang panjang untuk menjawabnya.

Kembali soal pelayanan PDAM Kota Padang. Memang diakui saat hujan lebat, di beberapa kawasan di pinggiran Kota Padang pelayanan PDAM terganggu, terutama di Wilayah Pelayanan Utara dan Wilayah Pe­la­ya­nan Selatan, seperti kawasan Koto­ta­ngah dan sekitarnya kawasan Kuranji, Bungus, dan beberapa titik di kawasan Pauh, Lubukkilangan. Secara teknis, air baku PDAM Kota Padang berasal dari  dua sumber yakni, air permukaan (sungai) dan air tanah (sumur bor). Debit terbesar berasal dari air sungai yang diolah melalui Instalasi Pe­ngo­lahan Air (IPA). Setelah diolah di IPA, air bersih kemudian didistribusikan ke­pada pelanggan melalui jaringan pipa distribusi.

Saat ini PDAM Kota Padang me­miliki 7 lokasi IPA dan hanya 6 dari 12 sumur bor yang aktif, karena kecen­dru­ngan debit air terus turun. Untuk IPA ini, yang sering bermasalah ketika hujan lebat. Dari 7 lokasi IPA tersebut, hanya IPA Gunung Pangilun yang sumber air baku berasal dari Batang Kuranji relatif lancar produksi meski saat hujan lebat sekali pun. Hal ini karena, IPA Gunung Pangilun sudah didukung infrastruktur cekdam dan intake (bendung tangkapan air/pintu air) yang permanen, dan adanya bangun pra sendimentasi. Sementara enam lokasi IPA lainnya, cekdam dan infrastruktur intake belum permanen, saat terjadi air bah ketika hujan lebat, ter­paksa berhenti beroperasi. Pe­ng­hen­tian ini akibat intake tertutup material air bah. Inilah yang sering terjadi pada intake Jawa Gadut, intake Ulu Gadut, intake Guo Kuranji, intake Latung, intake Pegambiran dan intake Bungus.

Jika sudah demikian pasokan air baku ke IPA terhenti. IPA baru akan beroperasi lagi, setelah air bah agak reda, dan karyawan bisa menyelam untuk membersihkan saringan yang tersumbah bebatuan, pasir, dan material lainya. Hal ini sangat berdampak terhadap pasokan air ke pelanggan PDAM. Produksi di IPA terhenti hanya sekitar 1-2 jam, tapi dampak terhadap gangguan pasokan air ke rumah pe­lang­gan bisa  mencapai 6-9 jam. Sebab, untuk menormalkan pendistribusian air, dibutuhkan waktu untuk me­nor­malkan lagi tekanan air di seluruh ja­ringan pipa.

Apakah PDAM Kota Padang hanya pasrah saja dengan kondisi tersebut? Tidak. Kami sadar dan sangat paham, apapun alasanya secara teknis, pe­la­ng­gan hanya tahu, yang penting air bersih sampai di rumahnya. Inilah tantangan Kami. Bicara soal intake dan cek dam, tak hanya domaiannya PDAM, tapi bicara kebijakan lintas sektoral. Dari sisi investasi pembangunan bendung atau cek dam permanen butuh biaya yang sangat besar, bila hanya me­ngan­dalkan PDAM, jelas kesulitan pem­bia­yaan. Dari sisi perizinan dan ke­we­na­ngan, pembangunan di daerah airan sungai (DAS) sungai merupakan kewe­­nangan pemerintah melalui Balai Wilayah Sungai, Pemprov Sumbar melalui Dinas Pengelola Sumber Daya Air (PSDA), dan Pemko Padang melalui Dinas PU Bidang Irigasi. Sementara PDAM hanyalah salah satu stakeholder pemakai air.

Namun demikian, PDAM tetap berupaya mengatasi permasalahan tersebut. Dari 7 lokasi IPA milik PDAM Padang, secara garis besar sebenarnya hanya merupakan kawasan hulu dari tiga DAS sungai besar di Padang, yakni DAS Lubuk Minturun di kawasan utara, DAS Batang Kuranji kawasan pusat kota, dan DAS Batang Harau untuk kawasan selatan. Alhamdulillah berkat koordinasi yang baik antara PDAM dengan intansi terkait seperti Pemko Padang, Pemprov Sumbar, melalui Dinas terkait, dan Pemerintah Pusat melalui Balai Wilayah Sungai Sumatra V, PDAM Kota Padang men­da­patkan bantuan pembangunan cek dam baru, di antaranya di Tanah Taban, Balai Gadang yang merupakan bagian dari anak sungai Latung untuk IPA Latung, dan cek dam baru Sikayan untuk IPA Sikayan Ulu Gadut. Juga pembangunan SPAM baru di di Inda­rung Lubuk Kilangan. Kemudian saat ini sedang dilaksanakan perbaikan intake Ulu Gadut dan Jawa Gadut pasca banjir bandang. Jika kelak pem­ba­ngu­nan intake-intake baru selesai diharap­kan gangguan akibat meluap­nya air sungai bisa diminimalisir dan teratasi.

Kekeringan di Kuranji

Bencana lanjutan banjir bandang di Batang Kuranji yakni kekeringan yang dialami ribuan warga di Pauh dan Kuranji, khususnya warga Kelurahan Lambung Bukik, Kelurahan, Kuranji, dan Kelurahan Koronggadang. Keke­ri­ngan ini akibat jebolnya saluran irigasi Gunung Nago, yang selama ini me­ru­pakan sumber air resapan bagi sumur-sumur warga. Karena irigasi kering, sumur pun ikut kering, warga pun menjerit kesulitan air bersih. Kawasan yang mengalami kekeringan tersebut, sampai hari ini belum menjadi pela­ng­gan PDAM, karena memang belum ada jaringan perpipaan di kawasan ter­se­but.

Namun ketika warga mengalami kekeringan, yang dituding dan dituntut harus “bertanggung jawab” hanya PDAM. Ini aneh. Seperti diuangkan di atas, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2005 tentang Sistim Penyediaan Air Minum yang meru­pa­kan turunan dari Undang-undang No­mor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, hanya sebagai operator pelayanan air bersih, sementara pe­nyedian SPAM (Sistim Penyediaan Air Minum) merupakan tanggung jawab pemerintah. Implementasinya untuk pembangunan infrastruktur jaringan perpipaan maupun instalasi pe­ngo­la­han air, merupakan tanggung jawab lin­tas sektoral, khususnya di jajaran Pemerintah Daerah.

Dalam kasus kekeringan di Kuranji, saat ini PDAM Kota Padang setiap hari telah mendistribusikan air gratis kepada masyarakat, dengan meng­ope­ra­sikan empat-lima unit mobil tangki setiap hari denga trip empat sampai lima trip per hari masing-masing mobil tangki. Ini hanya bersifat tanggap darurat, tidak untuk permanen. Karena memang kemampuan PDAM sangat terbatas. Bila terus menerus pen­distribusian dengan mobil tangki, butuh biaya operasional yang sangat besar, dan masyarakat pun tidak terdidik untuk mandiri. Solusinya, perbaikan saluran irigasi dipercepat, dan jangka menengah pemerintah daerah diharapkan segera membangun insfrastruktur jaringan perpipaan di Kuranji, khususnya Kelurahan Kuranji dan Korong Gadang. Bila tidak, ben­cana serupa akan kembali terulang. Dari catatan PDAM, kekeringan di Kuranji akibat jebolnya irigasi Gunung Nago sudah tiga kali terjadi yakni di awal tahun 2008, Juli 2012, dan September 2012. Setiap terjadi peristiwa PDAM selalu turun mendistribusikan air bersih ke warga Kuranji.

Ancaman Banjir dan Wacana Waduk

Uraian tadi baru sebatas solusi jangka pendek uhtuk mengatasi per­soa­lan pelayanan PDAM Kota Padang, belum lagi menjadi solusi secara menyuluruh mengantisipasi ancaman bencana, khususnya banjir di Kota Padang. Sebagai ibu kota provinsi yang berada di kawasan pantai yang dike­li­lingi perbukitan, banjir merupakan bencana rutin yang terjadi hampir setiap tahun. Kawasan-kawasan yang terendam banjir di saat musim pen­g­hujan, sepertinya terus meluas. Pe­na­ngan banjir masih berorientasi di hilir (muara sungai) belum berorientasi ke hulu sungai.

Rencana pembangunan kawasan Aie Pacah sebagai kawasan pusat pemerintahan baru di Kota Padang pun tak terhindar dari ancaman banjir. Sekarang saja, ketika hujan Airpacah sudah sering kebanjiran. Bagaimana nanti? Ini menjadi PR utama kita, menciptakan Airpacah sebagai ka­wa­san pusat pertumbuhan baru yang bebas banjir.

Banjir memang sudah menjadi fenomena di kota-kota besar yang berada di kawasan pantai. Namun saya mencoba menawarkan paradigma baru dalam mengatasi bencana banjir ini, yakni penangan banjir ini dari kawasan hilir ke hulu. Jika selama ini proyek pengendalian banjir baru pem­ba­ngu­nan kanal-kanal di daerah muara/hilir, bagaimana penangananya ke arah hulu sungai, dengan pembangunan waduk-waduk penyimpan air. Jika ada 3 sungai besar, maka setidaknya tiga atau mi­nimal dua dibangun waduk penam­pu­ng air. Fungsinya waduk ini, ketika hu­­jan air di daerah hilir tidak meluap, ka­r­ena ditampung di waduk tersebut. Ke­­­tika musim kemarau waduk akan men­jadi sumber air bagi petani, PDAM dll.

Secara teknis saya yakin, wacana waduk ini sangat memungkinkan. Tinggal bagaimana pemangku kebi­ja­kan mulai membahas dan terus me­wa­canakan solusi ini. Bagi kami PDAM, keberadaan waduk ini akan sangat berdampak bagi ketersediaan air baku dalam jangka panjang. Bagi Kota Pa­dang, selain mengantisipasi anca­man banjir, juga membawa multiplier bagi perekoomian masyarakat, seperti pertanian, perikanan, pariwisata, sumber energi listrik dll. Tinggal bagaimana kita semua menyikapinya. Wassalam. 

Sumber berita : http://padangekspres.co.id

0 komentar:

Posting Komentar