Berita padek hari ini tentang imbas banjir bandang, yang mengakibatkan PDAM mengalami beberapa permasalahan. masalah apa saja yang ditimbulkan...???
Yukss baca beritanya.
Dua kali
bencana banjir bandang yang melanda Kota Padang dalam dua bulan terakhir
makin memperlihatkan ancaman krisis air bersih di Kota Padang.
Meluapnya sungai-sungai besar di Kota Padang, seperti Batang Kuranji,
Batang Harau, maupun Batang Lubuk Minturun, memperlihatkan filosofi
air, ketika kecil menjadi teman, namun ketika besar justru
mendatangkan bencana. Banjir bandang yang melanda Kota Padang, adalah
bukti bahwa air juga sumber bencana.
Akibat banjir bandang 27
Juli dan 12 September 2012 lalu, sejumlah infrastruktur intake PDAM
rusak, masyarakat di hulu sungai Batang Kuranji, Batang Harau,
kehilangan rumah, bahkan ada tewas tertimbun longsor. Ribuan masyarakat
di Kuranji, Koronggadang, dan sekitarnya kesulitan air bersih, akibat
kekeringan pasca jebolnya saluran irigasi Gunung Nago. Ini yang menjadi
tantangan bagi PDAM selaku operator pelayan air bersih.
Ada pernyataan menggelitik
dari masyarakat sekaligus tantangan buat Kami jajaran “tukang ledeng”
yakni saat hujan lebat, air PDAM mati, seharusnya PDAM bersyukur
kelebihan air baku. Ketika hujan saat musim kemarau pun air PDAM
mengecil, karena memang debit air baku berkurang.” Pernyataannya
simple, tapi butuh analisa dan uraian yang panjang untuk menjawabnya.
Kembali soal pelayanan PDAM
Kota Padang. Memang diakui saat hujan lebat, di beberapa kawasan di
pinggiran Kota Padang pelayanan PDAM terganggu, terutama di Wilayah
Pelayanan Utara dan Wilayah Pelayanan Selatan, seperti kawasan
Kototangah dan sekitarnya kawasan Kuranji, Bungus, dan beberapa titik
di kawasan Pauh, Lubukkilangan. Secara teknis, air baku PDAM Kota Padang
berasal dari dua sumber yakni, air permukaan (sungai) dan air tanah
(sumur bor). Debit terbesar berasal dari air sungai yang diolah melalui
Instalasi Pengolahan Air (IPA). Setelah diolah di IPA, air bersih
kemudian didistribusikan kepada pelanggan melalui jaringan pipa
distribusi.
Saat ini PDAM Kota Padang
memiliki 7 lokasi IPA dan hanya 6 dari 12 sumur bor yang aktif, karena
kecendrungan debit air terus turun. Untuk IPA ini, yang sering
bermasalah ketika hujan lebat. Dari 7 lokasi IPA tersebut, hanya IPA
Gunung Pangilun yang sumber air baku berasal dari Batang Kuranji relatif
lancar produksi meski saat hujan lebat sekali pun. Hal ini karena, IPA
Gunung Pangilun sudah didukung infrastruktur cekdam dan intake (bendung
tangkapan air/pintu air) yang permanen, dan adanya bangun pra
sendimentasi. Sementara enam lokasi IPA lainnya, cekdam dan
infrastruktur intake belum permanen, saat terjadi air bah ketika hujan
lebat, terpaksa berhenti beroperasi. Penghentian ini akibat intake
tertutup material air bah. Inilah yang sering terjadi pada intake Jawa
Gadut, intake Ulu Gadut, intake Guo Kuranji, intake Latung, intake
Pegambiran dan intake Bungus.
Jika sudah demikian pasokan
air baku ke IPA terhenti. IPA baru akan beroperasi lagi, setelah air bah
agak reda, dan karyawan bisa menyelam untuk membersihkan saringan yang
tersumbah bebatuan, pasir, dan material lainya. Hal ini sangat berdampak
terhadap pasokan air ke pelanggan PDAM. Produksi di IPA terhenti hanya
sekitar 1-2 jam, tapi dampak terhadap gangguan pasokan air ke rumah
pelanggan bisa mencapai 6-9 jam. Sebab, untuk menormalkan
pendistribusian air, dibutuhkan waktu untuk menormalkan lagi tekanan
air di seluruh jaringan pipa.
Apakah PDAM Kota Padang hanya pasrah saja dengan kondisi tersebut? Tidak.
Kami sadar dan sangat paham, apapun alasanya secara teknis,
pelanggan hanya tahu, yang penting air bersih sampai di rumahnya.
Inilah tantangan Kami. Bicara soal intake dan cek dam, tak hanya
domaiannya PDAM, tapi bicara kebijakan lintas sektoral. Dari sisi
investasi pembangunan bendung atau cek dam permanen butuh biaya yang
sangat besar, bila hanya mengandalkan PDAM, jelas kesulitan
pembiayaan. Dari sisi perizinan dan kewenangan, pembangunan di
daerah airan sungai (DAS) sungai merupakan kewenangan pemerintah
melalui Balai Wilayah Sungai, Pemprov Sumbar melalui Dinas Pengelola
Sumber Daya Air (PSDA), dan Pemko Padang melalui Dinas PU Bidang
Irigasi. Sementara PDAM hanyalah salah satu stakeholder pemakai air.
Namun demikian, PDAM tetap
berupaya mengatasi permasalahan tersebut. Dari 7 lokasi IPA milik PDAM
Padang, secara garis besar sebenarnya hanya merupakan kawasan hulu dari
tiga DAS sungai besar di Padang, yakni DAS Lubuk Minturun di kawasan
utara, DAS Batang Kuranji kawasan pusat kota, dan DAS Batang Harau untuk
kawasan selatan. Alhamdulillah berkat koordinasi yang baik
antara PDAM dengan intansi terkait seperti Pemko Padang, Pemprov Sumbar,
melalui Dinas terkait, dan Pemerintah Pusat melalui Balai Wilayah
Sungai Sumatra V, PDAM Kota Padang mendapatkan bantuan pembangunan cek
dam baru, di antaranya di Tanah Taban, Balai Gadang yang merupakan
bagian dari anak sungai Latung untuk IPA Latung, dan cek dam baru
Sikayan untuk IPA Sikayan Ulu Gadut. Juga pembangunan SPAM baru di di
Indarung Lubuk Kilangan. Kemudian saat ini sedang dilaksanakan
perbaikan intake Ulu Gadut dan Jawa Gadut pasca banjir bandang. Jika
kelak pembangunan intake-intake baru selesai diharapkan gangguan
akibat meluapnya air sungai bisa diminimalisir dan teratasi.
Kekeringan di Kuranji
Bencana lanjutan banjir
bandang di Batang Kuranji yakni kekeringan yang dialami ribuan warga di
Pauh dan Kuranji, khususnya warga Kelurahan Lambung Bukik, Kelurahan,
Kuranji, dan Kelurahan Koronggadang. Kekeringan ini akibat jebolnya
saluran irigasi Gunung Nago, yang selama ini merupakan sumber air
resapan bagi sumur-sumur warga. Karena irigasi kering, sumur pun ikut
kering, warga pun menjerit kesulitan air bersih. Kawasan yang mengalami
kekeringan tersebut, sampai hari ini belum menjadi pelanggan PDAM,
karena memang belum ada jaringan perpipaan di kawasan tersebut.
Namun ketika warga mengalami
kekeringan, yang dituding dan dituntut harus “bertanggung jawab” hanya
PDAM. Ini aneh. Seperti diuangkan di atas, sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 16 tahun 2005 tentang Sistim Penyediaan Air Minum yang merupakan
turunan dari Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,
hanya sebagai operator pelayanan air bersih, sementara penyedian SPAM
(Sistim Penyediaan Air Minum) merupakan tanggung jawab pemerintah.
Implementasinya untuk pembangunan infrastruktur jaringan perpipaan
maupun instalasi pengolahan air, merupakan tanggung jawab lintas
sektoral, khususnya di jajaran Pemerintah Daerah.
Dalam kasus kekeringan di
Kuranji, saat ini PDAM Kota Padang setiap hari telah mendistribusikan
air gratis kepada masyarakat, dengan mengoperasikan empat-lima unit
mobil tangki setiap hari denga trip empat sampai lima trip per hari
masing-masing mobil tangki. Ini hanya bersifat tanggap darurat, tidak
untuk permanen. Karena memang kemampuan PDAM sangat terbatas. Bila terus
menerus pendistribusian dengan mobil tangki, butuh biaya operasional
yang sangat besar, dan masyarakat pun tidak terdidik untuk mandiri.
Solusinya, perbaikan saluran irigasi dipercepat, dan jangka menengah
pemerintah daerah diharapkan segera membangun insfrastruktur jaringan
perpipaan di Kuranji, khususnya Kelurahan Kuranji dan Korong Gadang.
Bila tidak, bencana serupa akan kembali terulang. Dari catatan PDAM,
kekeringan di Kuranji akibat jebolnya irigasi Gunung Nago sudah tiga
kali terjadi yakni di awal tahun 2008, Juli 2012, dan September 2012.
Setiap terjadi peristiwa PDAM selalu turun mendistribusikan air bersih
ke warga Kuranji.
Ancaman Banjir dan Wacana Waduk
Uraian tadi baru sebatas
solusi jangka pendek uhtuk mengatasi persoalan pelayanan PDAM Kota
Padang, belum lagi menjadi solusi secara menyuluruh mengantisipasi
ancaman bencana, khususnya banjir di Kota Padang. Sebagai ibu kota
provinsi yang berada di kawasan pantai yang dikelilingi perbukitan,
banjir merupakan bencana rutin yang terjadi hampir setiap tahun.
Kawasan-kawasan yang terendam banjir di saat musim penghujan,
sepertinya terus meluas. Penangan banjir masih berorientasi di hilir
(muara sungai) belum berorientasi ke hulu sungai.
Rencana pembangunan kawasan
Aie Pacah sebagai kawasan pusat pemerintahan baru di Kota Padang pun tak
terhindar dari ancaman banjir. Sekarang saja, ketika hujan Airpacah
sudah sering kebanjiran. Bagaimana nanti? Ini menjadi PR utama kita,
menciptakan Airpacah sebagai kawasan pusat pertumbuhan baru yang bebas
banjir.
Banjir memang sudah menjadi
fenomena di kota-kota besar yang berada di kawasan pantai. Namun saya
mencoba menawarkan paradigma baru dalam mengatasi bencana banjir ini,
yakni penangan banjir ini dari kawasan hilir ke hulu. Jika selama ini
proyek pengendalian banjir baru pembangunan kanal-kanal di daerah
muara/hilir, bagaimana penangananya ke arah hulu sungai, dengan
pembangunan waduk-waduk penyimpan air. Jika ada 3 sungai besar, maka
setidaknya tiga atau minimal dua dibangun waduk penampung air.
Fungsinya waduk ini, ketika hujan air di daerah hilir tidak meluap,
karena ditampung di waduk tersebut. Ketika musim kemarau waduk akan
menjadi sumber air bagi petani, PDAM dll.
Secara teknis saya yakin, wacana waduk
ini sangat memungkinkan. Tinggal bagaimana pemangku kebijakan mulai
membahas dan terus mewacanakan solusi ini. Bagi kami PDAM, keberadaan
waduk ini akan sangat berdampak bagi ketersediaan air baku dalam jangka
panjang. Bagi Kota Padang, selain mengantisipasi ancaman banjir, juga
membawa multiplier bagi perekoomian masyarakat, seperti pertanian,
perikanan, pariwisata, sumber energi listrik dll. Tinggal bagaimana kita
semua menyikapinya. Wassalam.
Sumber berita : http://padangekspres.co.id
0 komentar:
Posting Komentar